"Welcome to : Maria Fransiska's blog for Kapita Selekta"

There are review and reflection of the lessons in Faculty of Communication at Tarumanagara University, West Region of Jakarta

Sabtu, 05 Maret 2011

SEMIOTIK

Rabu, 2 Maret 2011
oleh Bpk. Kurnia Setiawan

Komunikasi bukan hanya sebagai proses, melainkan komunikasi sebagai pembangkitan makna (the generation of meaning) .
Ketika berkomunikasi dengan orang lain, setidaknya orang lain tersebut memahami maksud pesan yang disampaikan, kurang lebih secara tepat.
Supaya komunikasi dapat terlaksana, maka harus dibuat pesan dalam bentuk tanda (bahasa, kata). Pesan-pesan yang dibuat, medorong orang lain untuk menciptakan makna untuk dirinya sendiri yang terkait dalam beberapa hal dengan makna yang dibuat dalam pesan.

Semakin banyak kita berbagi kode yang sama, makin banyak kita menggunakan sistem tanda yang sama, maka makin dekatlah “makna” kita dengan orang tersebut atas pesan yang datang pada masing-masing kita dengan orang lain tersebut.

Semiotika merupakan bidang studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja (dikatakan juga semiologi).
Dalam memahami studi tentang makna setidaknya terdapat tiga unsur utama yakni; (1) tanda, (2) acuan tanda, dan (3) pengguna tanda.

Awal mulanya konsep semiotik diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure melalui dikotomi sistem tanda: signified dan signifier atau signifie dan significant yang bersifat atomistis.
Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi atau in absentia antara ‘yang ditandai’ (signified) dan ‘yang menandai’ (signifier).
Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”.
Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa (Bertens, 2001:180).

Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda; petanda atau yang dtandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor linguistik. “Penanda dan petanda merupakan kesatuan seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure.

Louis Hjelmslev, seorang penganut Saussurean berpandangan bahwa sebuah tanda tidak hanya mengandung hubungan internal antara aspek material (penanda) dan konsep mental (petanda), namun juga mengandung hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya.
Bagi Hjelmslev, sebuah tanda lebih merupakan self-reflective dalam artian bahwa sebuah penanda dan sebuah petanda masing-masing harus secara berturut-turut menjadi kemampuan dari ekspresi dan persepsi. Louis Hjelmslev dikenal dengan teori metasemiotik (scientific semiotics).

Roland Barthes merupakan pengikut Saussurean yang berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu.
Semiotik, atau dalam istilah Barthes semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate).
Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak dikomunikasikan, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.

Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader).
Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara lugas mengulas apa yang sering disebutnya sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam buku Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotative atau sistem pemaknaan tataran pertama.

Semiotika dan Komunikasi
Sekadar untuk sebuah cara memulai pemahaman, komunikasi melibatkan tanda dan kode. Tanda adalah material atau tindakan yang menunjuk pada ‘sesuatu’, sementara kode adalah sistem di mana tanda-tanda diorganisasikan dan menentukan bagaimana tanda dihubungkan dengan yang lain.

Pusat perhatian semiotika pada kajian komunikasi adalah menggali apa yang tersembunyi di balik bahasa. Terobosan penting dalam semiotika adalah digunakannya linguistik (mungkin ini lebih terasa beraroma Saussurean) sebagai model untuk diterapkan pada fenomena lain di luar bahasa. Saussure mendefinisikan semiotika sebagai “ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial”.

Tanda merupakan istilah yang sangat penting, yang terdiri atas penanda (signifier) dan petanda (signified).
Penanda mewakili elemen bentuk atau isi, sementara petanda mewakili elemen konsep atau makna.
Keduanya merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan sebagaimana layaknya dua bidang pada sekeping mata uang.
Kesatuan antara penanda dan petanda itulah yang disebut sebagai tanda. Pengaturan makna atas sebuah tanda dimungkinkan oleh adanya konvensi sosial di kalangan komunitas bahasa. Suatu kata mempunyai makna tertentu karena adanya kesepakatan bersama dalam komunitas bahasa.


Banyak penelitian yang menggunakan teori semiotika sebagai acuan menganalisis suatu fenomena. sama halnya dengan bahasa, penerjemahan simbol/ tanda ini merupakan dasar dari perkembangan sistem komunikasi.
tergantung dari makna yang terkandung dalam tanda (penanda/ pertanda) dan bagaimana interpretasi kita untuk memaknainya.
kehidupan sehari-hari kita juga penuh akan tanda atau simbol, baik verbal, non verbal, audio, visual, dan audio-visual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar