"Welcome to : Maria Fransiska's blog for Kapita Selekta"

There are review and reflection of the lessons in Faculty of Communication at Tarumanagara University, West Region of Jakarta

Senin, 04 Oktober 2010

KEBEBASAN PERS (FREEDOM OF PRESS)


KEBEBASAN PERS (FREEDOM OF PRESS)
Oleh: Pak Ahmad Junaidi

Perkuliahan Kapita Selekta pada tanggal 1 Oktober 2010, membahas materi tentang KEBEBASAN PERS (FREEDOM OF PRESS).
Negara Indonesia mempunyai 3 pilar kekuasaan dalam Demokrasi, yaitu:
1.        1.  Eksekutif adalah Pemerintah/ Presiden,
2.        2.  Legislatif adalah Lembaga Tinggi Negara (DPR),
3.        3. Yudikatif adalah Lembaga Peradilan Negara.
Dan kemudian dengan perkembangan peraturan dan perundang-undangan lahirlah pilar ke-4 yang diduduki oleh Pers sebagai fungsi control terhadap kinerja dari 3 pilar yang lainnya tersebut.

Menurut Thomas Jefferson, “Bila disuruh memilih adanya pers tanpa pemerintahan atau pemerintahan tanpa pers, maka saya akan memilih adanya pers tanpa pemerintahan!”.


Ringkasan Sejarah Perkembangan Kebebasan Pers Indonesia:
1.   
                *) Zaman Penjajahan,

2.          **) Zaman Soekarno (Orde Lama), 


         ***) Zaman Soeharto (Orde Baru),

4.               ****) Zaman Reformasi.


Dari zaman penjajahan colonial Belanda hingga zaman Soeharto (Orde Baru), masih diberlakukan pembredelan pers, yakni pencabutan paksa hak percetakan dan penerbitan suatu surat kabar atau media massa Indonesia.


Berikut adalah contoh-contoh tindak pembredelan pers Indonesia:
-     --1933 = Harian “Swara Oemoem” di Surabaya;
-     --1957 = 10 surat kabar dibredel antara lain “Indonesia Raya” yang dipimpin oleh Mochtar Lubis;
-     --1974 untuk kedua kalinya “Indonesia Raya” kembali dibredel terkait dengan Peristiwa Malari yang      dipicu oleh investasi Jepang pada massa itu mendominasi perekonomian Indonesia;
-     --1994 = 3 media dilarang terbit dikarenakan memberitakan peristiwa tenggelamnya kapal yang dipesan oleh BJ. Habibie selaku Menristek.

Untuk mengkoordinasikan sejumlah wartawan Indonesia dibutuhkan sebuah organisasi. Maka lahirlah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada tahun 1996 (Zaman Orde Baru) yang menjadi satu-satunya organisasi wartawan Indonesia dan terkesan pro pemerintah.
Kemudian terjadi pergelutan dalam dunia wartawan setelah Majalah Tempo dibredel banyak dari beberpa awak media Tempo bergabung menciptakan satu Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) yang kritis terhadap pemerintahan di Indonesia hingga sekarang.


Tanpa disangka-sangka, pers juga memiliki musuh yang menjadi hambatan bagi kebebasan pers tersebut, antara lain sebagai berikut:
-               Zaman Penjajahan, yang menjadi musuh pers adalah pemerintah Hindia Belanda.
-               Zaman Soekarno dan Soeharto, yang menjadi musuh pers adalah Negara. Dalam masa ini ada budaya “telepon” yang sangat terkenal, yaitu telepon dari Harmoko (Menteri Penerangan) yang berisikan tentang pelarangan penyiaran dan penerbitan berita di suatu media massa.
-               Zaman Reformasi, yang menjadi musuh pers adalah masyarakat yang tergabung dalam kelompok garis keras yang selalu bertindak anarkis, seperti FPI (Front Pembela Islam) dan FBR (Front Betawi Rempug).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar